Sejarah Yayasan
Sejarah YPK Leo Dehon
Cikal Bakal YPK Leo Dehon
Terbentuknya Yayas an Pendidikan Katolik Leo Dehon (YPK Leo Dehon) melalui perjalanan yang panjang. Memang, secara resmi nama YPK Leo Dehon baru dipakai pada tahun 2014, yakni melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU – 50.AH.01.05 Tahun 2014. Namun cikal bakal karyanya bisa ditelusuri sejak tahun 1946.
Bermula dari keprihatinan Gereja Lokal terhadap kaum muda, terutama pasca kemerdekaan Indonesia, di mana terjadi peralihan dari kondisi perjuangan melawan penjajah ke zaman kemerdekaan. Dalam kondisi negara yang masih sangat muda ini, banyak generasi muda yang tidak terdidik secara formal dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Situasi ini menggerakkan hati Pastor Kusters SJ yang saat itu baru saja ditugaskan sebagai Pastor di Paroki St. Antonius Padua Bidara Cina pada tahun 1946. Pastor Kusters SJ berinisiatif untuk mengumpulkan anak-anak remaja yang tidak berpendidikan di dua garasi mobil warisan tentara Jepang, tepat di halaman gereja St. Antonius. Anak-anak ini mendapat pembinaan terutama berkaitan pembinaan mental dan nilai-nilai keagamaan. Perkumpulan inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal terbentuknya Particuliere Algemene Lagere School atau semacam sekolah dasar.
Lambat laun, animo anak-anak untuk mengenyam pendidikan di Particuliere Algemene Lagere School semakin bertambah. Pada tahun 1947 Pastor C. Ruygrok SJ sebagai pengganti Pastor Kusters SJ, menambah ruang-ruang kelas baru sehingga mampu menampung yang lebih banyak para murid. Kepala sekolah pertama sekolah ini adalah Ibu Soedibio.
Pada tahun 1952, ada perubahan yang cukup signifikan pada sekolah ini. Sekolah ini berubah nama menjadi Sekolah Rakyat Strada di bawah naungan Perkumpulan (Yayasan) Strada yang mengelola beberapa sekolah Katolik lainnya di Jakarta. Pastor J.E. Jansen SJ membangun gedung baru yang memiliki 6 ruangan belajar.
Pada tahun 1959 beberapa tokoh umat Paroki St. Antonius Padua Bidara Cina berinisiatif mendirikan SMP siang yang oleh pastor paroki diberi nama SMP Bhakti. Karena belum memiliki gedung sendiri, untuk sementara sekolah ini menumpang di gedung SMP St. Vincentius.
Pada tahun 1962, SMP Bhakti berubah nama menjadi SMP Strada Bakti di bawah pengelolaan Perkumpulan Strada, dan masih menumpang di gedung SMP St. Vincentius sampai tahun 1974.
Berdirinya Yayasan St Antonius Bidara Cina
Dalam perjalanan waktu, beban Perkumpulan Strada dalam mengelola sekolah-sekolah Katolik di Jakarta semakin berat.
Selain itu, reksa pastoral Paroki St. Antonius Bidara Cina mengalami peralihan dari Serikat Yesus (SJ) ke Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ), yang ditandai dengan pergantian Pastor Paroki, dari Pastor Siswopranoto SJ diganti Pastor G. Elling SCJ.
Demi pengelolaan sekolah yang lebih baik, Pastor G. Elling SCJ dan beberapa tokoh umat Paroki St. Antonius Bidara Cina sepakat untuk mendirikan sebuah Yayasan mandiri untuk mengelola sekolah-sekolah di lingkungan Paroki St. Antonius Bidara Cina.
Pada tahun 1972 didirikanlah Yayasan Santo Antonius Bidara Cina berdasarkan Akta Imas Fatimah SH tanggal 8 Juni 1972 No. 77. Yayasan ini secara resmi mengelola 2 unit Sekolah Dasar dan 1 unit Sekolah Menengah Pertama, yakni SD St. Antonius I pagi, SD St. Antonius II siang dan SMP St. Antonius I siang. Ketiganya terletak di belakang gereja St. Antonius Bidara Cina Jl. Otto Iskandardinata 76 A, Jakarta Timur.
Sejak saat itu, perkembangan sekolah makin pesat berkat perjuangan Pastor G. Elling SCJ dan dukungan umat. Dukungan ini tampak dengan pembangunan gedung bertingkat baru bagi SD dengan 8 ruangan kelas, 1 ruang guru, ruang Kepala Sekolah, WC, kamar mandi, dan gudang pada tahun 1973.
Dengan selesainya gedung baru itu, didirikan SMP St. Antonius II pagi dengan Kepala Sekolah Bapak N. Hendra Setiawan.
Tahun 1974 dibangun pula gedung baru untuk SMP dengan 6 ruang kelas, 1 ruang Kepala Sekolah, dan kantor Tata Usaha. Sejak tahun 1974 SMP St. Antonius I siang meninggalkan gedung SMP St. Vincentius dan menempati gedung baru tersebut. Sedangkan pagi harinya dipergunakan untuk SMP St. Antonius II.
Dalam perkembangannya, Yayasan Santo Antonius, Pastor HJ. Sondermeijer SCJ dan umat Paroki St Antonius merasa perlu mendirikan SMA untuk menampung para lulusan SMP. Selain itu dirasakan pula kebutuhan akan adanya lembaga pelatihan keterampilan, seperti kursus komputer.
Untuk mewujudkannya, Yayasan membeli sebidang tanah seluas 4.335 m² di tepi Jalan Mayjend D.I Panjaitan Kav. 46, Rawabunga, Jatinegara, Jakarta Timur, yang memperoleh sertifikat Hak Guna Bangunan No. 101, situasi No. 2493 tahun 1985, dan Izin Mendirikan Bangunan No. 03679/IMB/1986 tanggal 29 Mei 1986.
Berkat keterlibatan berbagai pihak dan umat Paroki St. Antonius Bidara Cina dalam pengumpulan dana, maka setelah berjuang sekitar 10 tahun gedung berlantai empat di Jl. D.I Panjaitan dapat dibangun.
Tahun ajaran 1987/1988 dimulailah SMA St. Antonius. Izin penggunaan bangunan untuk Sekolah Yayasan Santo Antonius No. 1396/IPB/1987 tanggal 20 Juli 1987. Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. Kep. 54/101.G4/I/88, Yayasan Santo Antonius Bidara Cina mendapat persetujuan menyelenggarakan SMA St. Antonius.
Kepala SMA St. Antonius pertama adalah Bapak Drs. F. Soetrisno yang adalah mantan Kepala Kanwil Depdikbud Provinsi Irian Jaya. Selain untuk SMA, gedung baru ini juga digunakan SMP St. Antonius II dan kursus pendidikan komputer St. Antonius.
Selain sekolah, Yayasan Santo Antonius juga memiliki seksi kesehatan yang menyelenggarakan Poliklinik St. Antonius dan dipimpin oleh dr. Tony Setiabudhi, yang kemudian diganti oleh dr. Rudy Andreas.
Dalam perjalanan waktu, berbagai dinamika dialami. Terjadi beberapa penutupan sekolah dan tempat kursus yang ada di bawah Yayasan Santo Antonius. Pada akhir tahun ajaran 1990/1991 SD St Antonius II dan SMP St. Antonius I ditutup karena beberapa alasan dan pertimbangan. Demikian juga pada tahun 1994 Pendidikan Komputer Santo Antonius (PKSA) juga ikut ditutup karena peminat makin berkurang.
Meski demikian, sekolah-sekolah yang masih ada, yakni SD, SMP, SMA, St. Antonius pada umumnya memiliki kualitas yang membanggakan.
Pada awal tahun pelajaran 1995/1996 SMP St Antonius II mendapat akreditasi dengan status sekolah “disamakan”. Pada awal tahun ajaran 1996/1997 giliran SMA St Antonius juga mendapatkan akreditasi yang sama. Tiga tahun kemudian, pada awal tahun Pelajaran 2000/2001, SD St. Antonius I juga mendapat akreditasi dengan status sekolah “disamakan.”
Berubah Menjadi Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon
Pada tahun 2002, terjadi perubahan besar yaitu proses pengalihan kepemilikan Yayasan Santo Antonius Bidara Cina dari awam ke Kongregasi Imam – imam Hati Kudus Yesus (SCJ).
Sesuai surat Propinsial SCJ tanggal 17 Juni 2002 No. 226/SCJ/VI/2002, pimpinan Kongregasi Imam–imam Hati Kudus Yesus (SCJ) menerima pengalihan kepemilikan dan pengelolaan Yayasan Santo Antonius yang meliputi SD, SMP, SMA St Antonius. Sementara itu pengelolaan Poliklinik St. Antonius diserahkan kembali kepada Paroki St. Antonius Bidara Cina.
Untuk kelancaran proses pengalihan tersebut, pengurus selalu bisa bekerja sama dengan SCJ yang diwakili Pastor Petrus Mujiono SCJ, yang saat itu adalah Rektor Komunitas SCJ Jakarta.
Setelah melalui proses yang panjang, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU – 50.AH.01.05 Tahun 2014 tertanggal 10 Juni 2014, Yayasan St. Antonius secara resmi berubah nama menjadi Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon (YPKLD) yang mengelola SD Antonius 1 di Kelurahan Bidara Cina, SMP Antonius dan SMA Antonius di Keluarahan Rawa Bunga.
Bergabungnya Yayasan Pendidikan Yos Sudarso Metro
Dalam perjalanan waktu, ada usaha restrukturisasi lembaga-lembaga pendidikan umum milik Kongregasi SCJ agar lebih sehat, kuat dan efisien.
Maka, mulailah proses peleburan dua lembaga pendidikan milik SCJ yaitu Yayasan Pendidikan Yos Sudarso Metro di Kota Metro, Lampung dengan Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon (YPKLD).
Sebelum bergabung dengan YPK Leo Dehon, Yayasan Pendidikan Yos Sudarso Metro mengelola dua sekolah yaitu SMP Yos Sudarso dan SMA Yos Sudarso Metro, dengan sejarah yang berbeda.
SMP Yos Sudarso Metro mulanya bernama SMP Xaverius Sore dan SMP Slamet Riyadi. Sekolah ini mulai berdiri pada bulan Juli 1963. Cikal bakal pendirian sekolah ini didasarkan pada keprihatinan para tokoh Katolik terhadap pendidikan anak-anak remaja yang dapat dikatakan masih rendah di sekitar Metro.
Memang saat itu sudah ada SMP Xaverius Metro yang didirikan oleh para misionaris SCJ pada 1 Agustus 1950. Juga sudah ada pula sejumlah sekolah menengah pertama, seperti SMP Negeri 1, SMP Kristen dan SMP Muhammadiyah. Namun sekolah-sekolah tersebut, khususnya SMP Xaverius Metro tidak mampu lagi menampung jumlah murid yang sedemikian banyak.
Dengan berbagai keterbatasan yang ada, sejumlah tokoh Katolik, antara lain: Bapak FX Soebandi, Bapak PY Sukino, SH, Bapak AM Soekardan, Bapak R.I. Santoso, mengadakan proses pembelajaran bagi anak-anak remaja pada sore hari dengan gedung dan personalia yang sama dengan SMP Xaverius Metro. Maka sekolah ini disebut sebagai SMP Xaverius 2, atau lebih dikenal dengan SMP Xaverius Sore. Sekolah inilah yang menjadi embrio keberadaan SMP Yos Sudarso Metro.
Mulanya SMP Xaverius Sore berjalan hanya atas ijin dari Kepala SMP Xaverius. Seiring perkembangannya, Pastor Andreas Henrisoesanto SCJ sebagai Ketua Yayasan Xaverius Tanjungkarang, memanggil para penanggungjawab sekolah, yakni tokoh-tokoh tersebut di atas. Terjadi perundingan bersama untuk menegaskan status SMP Xaverius Sore.
Pastor Henrisoesanto SCJ (yang kemudian menjadi uskup Keuskupan Tanjungkarang) saat itu menghendaki agar SMP Xaverius Sore memisahkan diri dari SMP Xaverius Metro agar tidak terjadi kerancuan dalam pengelolaan sekolah.
Oleh karenanya diputuskan bahwa SMP Xaverius Sore berganti nama menjadi SMP Slamet Riyadi. Nama Slamet Riyadi dipakai untuk mengenang perjuangan pahlawan Slamet Riyadi dalam memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tahun 1965, berkumpullah sejumlah tokoh pendidik dan tokoh agama di Metro, di antaranya: Bapak JE Soebarjo, Bapak Hieronymus Soehardana, SH, Bapak Raden Fransiskus Soebandi, Bapak FA Soejoko, Bapak JB Kismooetomo, Bapak Julius Joeliman, Bapak PY Soekino, Bapak Ig. Slamet Hardjowinoto. Mereka berkumpul untuk mencari solusi atas keprihatinan mereka terhadap situasi masyarakat yang kurang mendapatkan pendidikan layak, khususnya orang-orang muda.
Para tokoh tersebut berpikir secara sederhana bagaimana mereka bisa terlibat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan karya di bidang pendidikan, dan ikut serta memperdalam iman Kristiani dengan cita cita memperluas Kerajaan Allah.
Maka didirikanlah SMA Yos Sudarso pada tanggal 1 Juni 1965. Seiring dengan berdirinya SMA Yos Sudarso ini dimulai pula Yayasan Pendidikan Yos Sudarso.
Nama Yos Sudarso dipakai untuk mengenang semangat perjuangan pahlawan Yoshapat Sudarso, seorang Katolik yang memiliki cinta yang besar pada tanah air. Ia gugur dalam perjuangan di Laus Arafuru, dalam perang menyatukan Irian Barat ke Indonesia.
Seiring dengan berdirinya Yayasan Pendidikan Yos Sudarso Metro, SMP Slamet Riyadi menggabungkan diri dalam pengelolaan Yayasan baru ini. Nama SMP Slamet Riyadi juga ikut berubah menjadi SMP Yos Sudarso.
Pada awal pendiriannya SMA Yos Sudarso Metro masih menumpang di gedung SD Xaverius Metro dengan jumlah murid awal ada 35 orang. Di tahun 1966 ada 85 murid. Dan pada tahun ketiga sudah terdapat 125 murid. Lulusan pertama terjadi di tahun 1968 dengan jumlah lulusan 99 murid.
Pada tahun ajaran 1979/1980 SMA Yos Sudarso pindah lokasi, menempati tanah dan gedung miliknya sendiri di Jln. Gunung Lawu 21 Polos, Yosodadi. SMP Yos Sudarso Metro juga menempati lokasi yang sama.
Ijin pendirian SMA Yos Sudarso Metro baru keluar pada tanggal 5 Agustus 1991 melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 2242/I.52.B/4/1991, yang dinyatakan berlaku surut sampai saat pendirian sekolah.
Perkembangan SMP-SMA Yos Sudarso Metro terus meningkat. Tidak sedikit dari lulusan SMP-SMA Yos Sudarso Metro yang berperan penting di Masyarakat, baik dalam pemerintahan maupun keagamaan. Antara lain adalah (alm) Bapak Ahmad Pairin yang pernah menjadi Bupati Lampung Tengah periode 2010-2015 dan Walikota Metro periode 2016-2021.
Seiring perkembangan dunia pendidikan yang semakin meningkat, di mana pemerintah berhasil menyediakan sekolah-sekolah negeri yang semakin banyak, SMP-SMA Yos Sudarso Metro mengalami tantangan yang berat. Khususnya menyangkut jumlah murid yang berpengaruh pada biaya operasional sekolah.
Situasi berat ini menjadikan para pendiri yang masih hidup, khususnya Bapak PY Sukino SH, berpikir keras tentang masa depan sekolah. Setelah melalui serangkaian proses panjang, akhirnya sekolah diserahkan pengelolaannya kepada Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ).
Sejak 2009, Yayasan Pendidikan Yos Sudarso Metro dikelola oleh para SCJ dan menangani SMP dan SMA Yos Sudarso Metro.
Nama Yayasan tetap sama hingga 30 Mei 2015. Pada saat itu terjadi penandatanganan Surat Perjanjian Penyerahan Pengelolaan SMP-SMA Yos Sudarso Metro Lampung di hadapan Notaris Hani Rusnawati, SH., dari Yayasan Pendidikan Yos Sudarso Metro kepada Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon.
Sejak saat itulah, YPK Leo Dehon mengelola 5 unit sekolah dengan sistem manajerialnya dibagi menjadi dua kantor operasional, yakni Kantor Operasional Wilayah (KOW) Jakarta mengelola SD Antonius 1, SMP Antonius, dan SMA Antonius Jakarta Timur dan Kantor Operasional Wilayah (KOW) Lampung mengelola SMP Yos Sudarso dan SMA Yos Sudarso Metro Lampung.
*Diolah dan dinarasikan kembali dari berbagai sumber oleh Rm Stepanus Sigit Pranoto SCJ (Kepala KOW Lampung)